Mash berlari tergesa. Mengabaikan pejalan
kaki lain yang tidak sengaja dia tabrak. Dia harus segera sampai ditujuan. Menyampaikan
kabar menggembirakan.
Peringatan security di lobi tak Mash
indahkan. Ada hal penting lain yang harus dituntaskan.
Jiyeon tersentak kala meja digebrak. Mendongak,
gadis itu mendapati Mash dengan peluh membanjir di wajah juga napas terengah. Jiyeon
menunggu tanya.
"Tuan Kim. Penting!" kata Mash
terpatah-patah.
"Ehm, direktur sedang ada rapat di—Hei!"
belum genap Jiyeon berucap, Mash sudah berlari ke tempat rapat yang dia ketahui
dengan pasti.
Di ujung gang sebelah kiri dari lobi.
Melihat Mash berkelebat, security hendak menghadang namun urung. Kecepatan
berlari Mash tak dapat diimbangi.
Sepasang pintu berukuran dua kali satu
meter tertutup rapat. Ada dua penjaga di kanan kiri pintu. Sudah pasti rapat penting.
Tapi Mash tidak perduli.
Sebelum kedua penjaga bereaksi. Mencerna
dengan pasti aksi Mash, perempuan itu sudah lebih dulu menerjang pintu. Meneriakan
satu kata yang bergumul di kepala.
"Tuan Kim!" seluruh mata
memandang ke arahnya. "Ma-master. Maksudku nona Kim," lanjut Mash
dengan napas satu dua. Kedua penjaga di belakangnya bergeming. Bukannya
melakukan tugas yang seharusnya.
Tuan Kim yang dimaksud Mash, Kim Jonghoon,
kakak dari Kim Jonghee juga bergeming. Dia mengerti arti dari ucapan Mash. Tapi
belum memercayai.
"Dimana?" tanyanya tercekat.
"Dalam perawatan, di Chaldea."
Tak menunggu detik berlalu, Jonghoon segera
beranjak. Meraih ponsel menghubungi supirnya untuk membawa mobil ke depan
gedung kantor. Mash membuntut di belakang.
***
Saat membuka mata, putih mendominasi. Tak
ada aroma menyengat antiseptik, tahulah Jonghee dia berada di mana.
"Gil?" panggilnya dengan suara
serak. Kentara sekali tenggorokannya kering.
"Dia baik-baik saja." Suara di
samping kanannya menjawab. Jonghee mengenalnya, Dr. Roman.
"Lain kali, kalau mau ajak rekreasi,
sediakan pesawat dengan kualitas kelas atas. Aku benci guncangan!" Itu
suara Gil.
"Kalian mengalami tabrakan saat
mendarat. Beberapa karang hancur, tapi untungnya tidak menyebabkan bencana
besar. Gil mendapat cukup banyak luka karena melindungimu dari benturan.
Anehnya, semua luka itu sudah menutup dalam hitungan jam. Intinya, kalian
berdua selamat. Itu yang terpenting," jelas Dr. Roman.
Tak ada sahutan dari Gil. Juga suara Jonghee.
Keduanya menikmati suasana kembalinya ke dunia nyata. Dimensi tempat mereka
tinggal seharusnya.
"Eung ... apa kamu baik-baik saja? Apa
ada sesuatu yang kamu butuhkan?" Dr. Roman panik.
Jonghee yang diam membuatnya bingung.
"Tidak apa-apa, dokter. Terima kasih,"
sahut Jonghee pada akhirnya.
Ada air mata dari sudut mata Jonghee.
Kenyataan bahwa mereka berhasil kembali, mungkin hal yang mustahil buat Jonghee
beberapa jam yang lalu.
Jonghee berusaha mendudukan diri saat
keributan di lorong terdengar sampai ke kamar yang gadis itu tempati. Gebrakan
pintu mengalihkan perhatian semua orang. Ada Jonghoon, yang memandang haru ke
arah Jonghee, berdiri di sana. Serta merta laki-laki tersebut berlari menghambur
memeluk Jonghee, adik kesayangannya.
"Syukurlah," gumam Jonghoon mengeratkan
dekapan. Takut yang dipeluk menghilang tiba-tiba.
Disudut kamar, Gil tersenyum tipis lantas
menghilang. Memberi ruang pada adik kakak yang kembali dipertemukan. Begitu
juga dengan Dr. Roman dan Mash, yang mengekor di belakang Jonghoon tadi.
***
Tak pernah terlintas di benak Jonghee,
semua yang diperjuangkannya akan berakhir sia-sia. Perempuan itu selalu yakin,
usaha keras membuahkan hasil yang manis. Namun kenyataan berkata lain.
"Jonghee-ya, Ahn Sehoon ... akan
melangsungkan pernikahan dengan Seonhee seminggu lagi." Siang itu,
Jonghoon tidak yakin harus menyampaikan kabar demikian di hari pertama Jonghee
kembali. Tapi, melihat bagaimana sang adik mengusap cincin pertunangan
mereka, mau tidak mau, memaksa Jonghoon untuk memberitahunya. Laki-laki itu
tidak ingin, Jonghee berharap terlalu banyak.
"Dua tahun kamu menghilang, membuat
kami putus asa. Tak terkecuali Sehoon. Dengan Seonhee yang selalu ada di
sampingnya, kuharap kamu bisa memahaminya." Jonghoon melanjutkan, memberikan
penjelasan. Yang nyatanya, tak Jonghee perlukan.
Kepalanya memutar kembali untaian kata
Kakek di dimensi lain. Dua tahun diombang-ambing dalam ketidakpastian, pasti
bukan hal mudah buat Sehoon.
"Tentu. Aku mengerti." Meski
Jonghee berkata demikian, Jonghoon tahu itu hanya sebatas penghiburan.
Dia sudah menyakiti sang adik. Di hari
pertama dia kembali ke dunia.
Kamar yang Jonghee tempati, memiliki jendela besar yang menghadap ke laut. Karena jaraknya yang cukup jauh, ombak yang menggulung tak berhasil di bingkai. Tapi Jonghee tahu, deburan ombak menghantam karang, memeriahkan simfoni alam di luar sana.
Kamar yang Jonghee tempati, memiliki jendela besar yang menghadap ke laut. Karena jaraknya yang cukup jauh, ombak yang menggulung tak berhasil di bingkai. Tapi Jonghee tahu, deburan ombak menghantam karang, memeriahkan simfoni alam di luar sana.
"Aku tidak menyarankan laut sebagai
destinasi liburan. Cukup kemarin saja aku menelan banyak air laut." tanpa
diminta, Gil muncul di ujung ranjang Jonghee. Duduk dengan tangan bersidekap, memerhatikan
objek yang sama.
Jonghee terkekeh. "Aku belum mendengar
lengkapnya bagaimana kita sampai di sisi ini."
Gil tahu kekehan Jonghee sebagai pengalihan.
Jauh di lubuk hati perempuan tersebut, ada perasaan yang berkecamuk.
"Pusaran, tarikan, lecutan angin,
guncangan, lalu tiba-tiba lubang itu mengecil dengan cepat. Kugunakan rantai
Enkidu untuk mencapai sisi ini lalu memaksa keluar. Itu kenapa kita tidak
mendarat dengan mulus seperti seharusnya. Sepertinya, pemilik cincin satunya
melepasnya secara tiba-tiba." Gil tidak bermaksud mengungkit. Dia hanya
tidak suka 'tuannya' gelisah. Itu mengusiknya secara tidak langsung.
"Yah, syukurlah kita sampai juga di sisi
ini. Tidak terbayang seandainya kita terjebak di antara keduanya."
"Untuk pendaratan tidak mulus serta
memar yang kudapat, sudah seharusnya aku mendapat sedikit reward. Sebagai
seorang raja sepertiku, bukan gayaku melindungi manusia fana sepertimu."
Seperti biasa. Gil dan kecongkakannya.
Jonghee hanya menggeleng kecil dengan senyum tersemat di bibir. Nyaris tertawa
kalau tidak ingat Gil bakal memarahinya.
"Kalau begitu, hadiah apa yang anda inginkan,
Yang Mulia?" tanya Jonghee sambil menahan senyum geli.
"Yah, apa saja yang bisa menyenangkan
hati seorang raja," tukas Gil yang menoleh ke arah Jonghee dengan senyum
miring terukir juga kilat mata jahil.
"Apapun untukmu, Yang Mulia,"
balas Jonghee seraya membungkuk kecil.
Tak tahan, perempuan itu lantas tertawa.
Dia selalu merasa geli harus berkata demikian sopan juga berlaku demikian di
zaman yang menjunjung tinggi demokrasi. Meski posisi tetap berlaku di semua
kalangan, tapi memanggil seseorang dengan sebutan 'Yang Mulia', sungguh
membuatnya geli. Jonghee sampai terpingkal dibuatnya.
Menghibur seseorang bukan gayanya. Dia
sudah terkenal dengan kecongkakkannya. Kalau sudah terlanjur yah, sekalian
saja. Melihat Jonghee tertawa demikian, cukup membuat lega seorang Gilgamesh, raja
para pahlawan.
Biar bagaimanapun, Kim Jonghee adalah 'tuannya. Yang harus dia
lindungi dengan nyawa sebagai taruhannya.
Cukuplah beragam kejutan untuk banyak orang
di hari ini. Termasuk Kim Jonghee. Kembalinya dia ke dunia nyata mendapat
bayaran yang cukup mahal harganya. Alasannya untuk kembali, kini telah pergi.
Lalu ... apa tujuan Jonghee selanjutnya?
Fin
#OneDayOnePost
#ODOPBatch5
waww keren... suka banget ceritanya..
BalasHapusEh, makasih pak ketuuu~~~ ><
HapusAduh, ini masih banyak kekurangannya, hehe~ ^^a