Aku, Kamu, dan Layang-layang

“Yan, apa sih yang bikin lo suka banget sama layang-layang?” Karna menatap heran perempuan yang resmi jadi pacarnya selama satu bulan terakhir.

Kegiatan rutin mingguan keduanya, menghabiskan sabtu sore di bukit yang tidak jauh dari rumah Diana Arata, atau lebih akrab dengan sapaan Dian. Kalau tidak menikmati semilir angin, Karna bakal petik gitar ditemani suara manis Dian.

Tumbenan, hari ini Dian ke pingin main layangan. Gadis itu sampai memaksa Karna untuk membelikannya sebuah layangan beserta benangnya. Untuk menyenangkan hati sang kekasih, Karna memilihkan layangan hias dengan ekor panjang berwarna –warni.
Dan yah, usaha Karna membuahkan hasil. Diana Arata berkaca-kaca. Senyum lebarnya memenuhi ruang hati Karna. Dan bagaimana Dian berterima kasih pada Karna, membuat pemuda itu bertanya-tanya, bagaimana bisa sebuah layang-layang bisa membuat Dian begitu bahagia.

Biarpun Dian suka layang-layang, sayang dia tidak bisa menaikannya ke udara. Maka kebahagiaan Dian kian bertambah, saat Karna dengan senang hati menaikkannya untuk sang kekasih hati.

“Em, kenapa yah?” Dian yang sedang memainkan benang yang terhubung dengan layang-layang di atas sana, terdiam, mengorek memori yang sudah lama tenggelam.

“Gue nggak inget pastinya gimana. Waktu zamanan sekolah dasar dulu kayaknya, gue pernah ikut sepupu laki-laki gue buat main layang-layang. Bukannya bantuin gue naikin layangan, sepupu gue malah asyik main sama temen-temennya. Gue kesel banget. Pengen pulang tapi takut. Maklum masih bocah. Terus ada anak laki-laki bantuin gue naikin layangan, kayaknya dia merhatiin gue dari tadi. Kayaknya itu anak, nggak jago-jago amat main layangan. Soalnya, setengah jam layangan gue nggak naik-naik.” Dian terkekeh bagaimana mengingat raut cemas anak laki-laki yang membantunya.

“Pas layangan gue berhasil naik, dia kayaknya bahagia banget. Teriak sampai loncat-loncat. Gue juga ikut loncat. Abis itu dia noleh, dari matanya, gue bisa liat kebahagiaan yang nggak pernah gue temuin di manapun. Mungkin dulu gue masih kecil, gue nggak pernah berpikir, sebuah layangan bisa bikin orang sebegitu bahagianya. Pas gue udah gedean dikit, tiap liat layangan, gue jadi ke inget anak itu. Keinget muka bahagianya. Kadang, gue kepikiran, dia sekarang apa kabar?” sembari bercerita, Dian dengan hati-hati menarik ulur tali layangan di tangan. Menjaga layangan di atas sana tetap seimbang.

“Kalau lo ketemu sama itu anak, mau lo apain?” tanya Karna dengan mata memicing memerhatikan layang-layang yang berenang di cakrawala.

“Mau cium dia?” kikik Dian jenaka.

“Serius kali.” Karna menoleh ke arah Dian setelah memutar bola mata dengan candaan garing kekasihnya.

Dian balas menoleh. Kening gadis itu berkerut. “Nggak tahu. Nggak kepikiran. Gue cuma berharap, dia terus bahagia.” Setelah mengatakan itu, Dian kembali mengalihkan perhatian pada layangan di atas sana. Ekor-ekornya yang panjang tertiup angin. Selayaknya ikan yang terbang di lautan.

Dian terkejut saat benda kenyal menyentuh permukaan pipinya. Lebih terkejut lagi, kalimat yang dibisikan Karna setelahnya. “Gue juga berharap, lo selalu bahagia.”

FIN

#OneDayOnePost
#ODOPBatch5
#TantanganMingguke-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...