Ini, yang Salah Siapa?

Kala membuka mata, Karna mendapati Diana tengah menunduk ke arahnya.

"Pules amat, pak," katanya diiringi sebuah kekehan.

Karna tersenyum. Tawa Diane sudah seperti obat untuk segala penyakit. Termasuk lelah, juga lara.

Mendudukan tubuh, Karna tidak yakin berapa lama tertidur di rerumputan samping pohon besar taman kampus. Badannya terasa kaku. Selayaknya pekerja kantoran yang duduk sepanjang waktu.

"Udah lama?" tanyanya sambil melempar pandang pada hawa kesayangan.

"Nggak nyampe seabad," gelak Diane yang memerhatikan tampang tersiksa Karna.

"Kenapa ketawa?"

"Kamu kayak kakek-kakek kena encok," sahut Diane tanpa sensor.

Yah, salah Karna yang refleks memegang punggung begitu duduk menghadap perempuan pujaan.

"Biar kakek, tapi tetep keceh."

"Huh, kepedean kamu!" rasa-rasanya, suara Diane jadi mirip snack kentang goreng. Yang kriuk saat digigit. Begitulah suara Diane, renyah dan menyenangkan. Tidak akan bosan Karna mendengar Diane bersuara.

"Balik yuk!" ajak Karna. Semburat oranye mulai menghias cakrawala di ufuk timur. Membuat Karna sadar berapa lama dia terlelap.

"Makan dulu, lah. Laper. Nunggu sleeping beauty buang banyak energi ternyata." celoteh Diane yang ditanggapi dengan kekehan oleh Karna.

"Kenapa nggak bangunin dari tadi?" gemas, Karna mengacak-acak puncak kepala sang kekasih.

"Kamu tidur udah kayak kebo, susah banget buat dibangunin."

"Masa?" Karna menatap sanksi Diane.

"Nggak percaya!" serta merta, Diane memukul Karna dengan tas selempangnya.

Melihat Diane marah, menurut Karna adalah pemandangan terindah. Maka dari itu dia terkekeh saja melihat wajah Diane yang diseram-seramkan.

Bukan tanya alasan Karna bertanya demikian. Di rumah, dia bakal terbangun dengan suara sekecil apapun. Mana mungkin dia tidak terbangun dengan keberadaan Diane di sampingnya.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Karna tidak dapat merasakan kedatangan perempuan itu.

"Oy! Jadi makan, kan?"

Tertangkap basah sedang melamun, Karna menutupinya dengan tertawa kecil. Hanya berada di dekat Diane, pemuda itu banyak tertawa.

"Kamu nggak niat masak sendiri, gitu? Biar aku yang beli bahannya." Karna paling suka dengan masakan Diane. Mengingatkannya pada masakan mbok Lilis.

"Aku lagi males, sebenernya." Diane tidak bohong.

"Ayolah, masa kamu nggak mau masakin calon suami kamu."

Tas selempang Diane kembali melayang. Sasarannya kepala Karna.

"Baru calon," dengus perempuan tersebut.

"Ayo ah, keburu malem. Ngeri kemaleman di sini." sambung Diane yang kemudian memerhatikan sekitar.

"Iya, iya, tuan putri. Mau makan dimana?" Karna tidak bisa memaksa. Apalagi pada Diane. Kenyamanan perempuan itu yang utama buat Karna. Dia bangkit berdiri. Sembari merenggangkan ototnya yang kaku.

"Tadi katanya minta dimasakin?" Diane berdiri dengan kaki dihentak.

Karna melongo. Perasaan tadi dia dengar Diane sedang malas masak.

"Tapi, tadi kamu bilang--"

"Udahlah. Makan nasi goreng pinggir jalan aja, sana."

Karna double melongo. Ini yang salah siapa.

Diane sudah menjauh sementara Karna memikirkan seribu kesalahan juga pertanyaan.

"Sayang, tunggu!"

Nah, begitulah balada orang baru-baru pacaran. Tidak tahu kalau sudah nikah bagaimana.

FIN

#OneDayOnePost
#ODOPBatch5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...