Jejak-jejak Hujan

Derai hujan yang mengguyur kota Bogor satu jam lalu, meninggalkan sisa-sisa kemilau di dedaunan, jalanan, juga lampu yang berjejer rapi sepanjang jalan dari Taman Sempur menuju Botani, Bogor Town Square. Headset yang menyumpal telinga, mendendangkan petikan gitar juga suara mendayu sang penyanyi laki-laki.

Mengikuti lantunan lirik lagu, membuat Mutia tersenyum. Ramainya suara kendaraan, kenek yang berteriak, juga beberapa pengamen yang menumpang di pintu angkutan umum, teredam dalam dunia yang Mutia ciptakan.

Berdiam diri di tengah lalu lalang lautan orang bertemankan suara petikan gitar di telinga, menjadi kebahagiaan tersendiri buat Mutia. Kerlip lampu kendaraan juga lampu jalanan menyempurnakan semuanya. Ditambah, sisa hujan sore tadi yang menampakkan keindahannya. Titik-titik air yang tertinggal, memantulkan cahaya-cahaya yang berkejaran. Membuatnya serupa bintang yang berkerlip sekali lalu menghilang untuk kemudian datang lagi.

Lama tersenyum menjadikannya serupa orang gila baru. Sampai, Mutia tidak tahu, Darul telah duduk di sampingnya. Yang dengan seenakknya mengambil alih sebelah headset yang terpasang di telinga Mutia.

Dengerin apa, sih? Kayaknya asyik banget.”

Mutia yang hendak protes, mengurungkan niat begitu melihat profil Darul dari samping. Seorang laki-laki yang disukainya sejak tahun ajaran baru dimulai, mendengarkan musik kesayangan Mutia. Berbagi headset dengan orang yang kita cintai terdengar klise bagi Mutia. Namun kini, semua itu tak lagi hanya sebuah mimpi. Darul nyata berada di sampingnya.

Mutia berdeham, mengambil sisa-sisa suara yang tercerai berai.

“Kamu lagi ngapain, di sini?” tanya Mutia, tak lagi mempermasalahkan headset yang direbut paksa. Atau sebelah telinga yang tak lagi mendengarkan nada-nada.

“Jadi kambing conge, apalagi. Kamu juga, kan?” setelah mengatakan itu, Darul menoleh. Membuat wajahnya berhadapan dengan wajah Mutia.

Gelagapan, gadis itu mengalihkan perhatian. Pada jalanan yang dibanjiri kendaraan pribadi juga angkutan umum.

Yang dikatakan Darul memang benar demikian. Karina memaksa Mutia untuk ikut dengannya. Sebagai alasan pada dua orangtua Karina, kalau dia hanya pergi ke toko buku bersama Mutia. Nyatanya, perempuan itu sudah punya janji dengan sang kekasih. Menghabiskan sabtu malam dengan orang tersayang.

Kekesalan Mutia terobati dengan gelimpang keindahan jalanan Bogor. Biarlah setan yang menjadi orang ketiga bagi muda-mudi yang sedang memadu kasih, jangan Mutia. Berat.

“Guntur, ngapain ngajak kamu?” dengan wajah Mutia yang menghadap jalanan, membuat Darul sukar membaca wajanya. Tapi pemuda itu sedikit banyak bersyukur. Mutia terlihat tidak keberatan dengan sebelah headset yang kini terpasang di telinganya.

“Biasalah, Guntur dan segala ejekannya, berhasil mancing aku buat keluar rumah.”

Jawaban Darul mengalihkan perhatian Mutia. Gadis itu menoleh dengan kening berkerut.

“Iya, aku tahu. Konyol banget, ‘kan? Tapi, aku yakin kamu juga nggak akan tahan sama celotehan Guntur yang macem petasan itu.” Darul terkekeh diikuti Mutia kemudian.

Yah, mereka sudah setahun sekelas. Sudah hafal juga dengan kelakuan teman sekelas mereka yang satu itu. Suaranya bahkan sampai terdengar ke kelas sebelah, sampai kena teguran guru yang mengajar di sana. Terbayang bagaimana risihnya Darul menghadapi celotehan pemuda tersebut.

Btw, aku baru tahu kalau kamu suka musik indie?” rona merah merambah ke wajah Mutia. Selama ini, tidak banyak orang tahu mengenai musik kesukaannya. Kecuali Karina.

“Nggak semua, cuma beberapa,” balasnya yang kembali menumpahkan perhatian ke jalanan.

Tak ada sahutan juga tanya dari Darul. Tak ada pembicaraan lain. Hanya hening yang mendominasi dan Mutia menyukainya.

Menurutnya, begini sudah cukup.

Cukup satu potong cerita dalam imaji yang menjadi nyata. Jangan banyak-banyak. Mutia tidak sanggup kecewa. Karena ini dunia nyata, bukan cerita cinta ala-ala novel romansa yang di luar logika.

Yang penting Mutia bahagia. Saat ini. Dan itu, cukup.

FIN


#OneDayOnePost
#ODOPBatch5

2 komentar:

  1. Yang penting Mutia bahagia. 😊

    Suka euy

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah~ ><
    Makasih mbak~ ><
    Makasih juga sudah mampir, hehe~ ^^

    Maaf aku baru liat XD

    BalasHapus

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...