Yang Diharapkan ...

Rasanya, Arjuna ingin sekali membunuh kakaknya saat itu juga. Pemuda tersebut berhasil menemukan Karna, di kawasan terpencil Jakarta. Setelah melewati banyak gang kecil, tatapan dari orang-orang sekitar yang mengawalnya hingga ke depan kontrakan sang kakak, Arjuna mendapati Karna tengah terlelap setengah telanjang bersama seseorang.

Karna terlihat tak terkejut saat Arjuna mendobrak paksa. Dia menggeliat, melirik sekilas kemudian duduk bersandar.



Kost-an Karna terbilang tak layak sama sekali saat Arjuna mengedar pandang. Banyak botol minuman berserakan, abu serta puntung rokok dimana-mana, juga bebauan yang tidak bisa dideskripsikan. Perhatian Arjuna kembali pada sang kakak.  Dia masih tidak percaya, pemuda di depan sana adalah Karna, kakaknya. Setidaknya, itulah yabg Arjuna percayai.

Keinginan untuk membunuh lenyap setelah melihat betapa kurusnya Karna, serta lingkar hitam di bawah matanya. Tak dia pedulikan perempuan berbalut selimut yang terbaring di samping sang kakak, atau bagaimana Karna dengan santainya menyalakan sebatang rokok. Sesuatu yang baru diketahui Arjuna.

"Yah, tamumu ini pemaksa sekali." Jay, Jailani, yang berdiri di belakang Arjuna yang pertama bersuara. Santai sekali. Dia yang menunjukkan letak kamar Karna setibanya Arjuna di lingkungan tempat tinggal sang kakak. Yang tidak Jailani duga, kenekatan pemuda tersebut. Meskipun bukan salah Arjuna seluruhnya, salah Karna yang tidak pernah mengunci pintu.

Dengan mata semi mengantuk, Karna melirik sekilas ke arah Arjuna lantas kembali berkonsentrasi pada rokok yang diampit dua belah bibirnya.

Geram menjalar di sekujur tubuh Arjuna hingga tangan terkepal minta dilampiaskan.

"Kak Karna?" Arjuna masih menahan diri. Tidak elit sekali kalau dia tiba-tiba mengamuk. Karna saja seperti tidak perduli sama sekali.

Arjuna berhasil mendapatkan perhatian Karna. Pemuda itu menelisik ke arah Arjuna, memerhatikan dengan seksama seolah baru saja mengenalinya.

"Saya tidak tahu tujuan Anda apa, tapi ini masih terlalu pagi untuk bertamu. Apalagi tanpa mengetuk pintu. Sangat tidak berpendidikan." setelah melirik ke arah jam yang menggantung di dinding kamar yang catnya mulai mengelupas, Karna menyorot Arjuna dengan tatapan risih.

Yah, siapa juga yang ingin diganggu pukul tujuh pagi.

Jailani, yang bersandar di pintu, bersiul mendengar kalimat panjang Karna. Serta keformalan di dalamnya. Tidak pernah sekalipun Karna berkata demikian padanya selain kata-kata kasar sarat makian.

Reaksi berbeda ditunjukkan Arjuna. Tubuh pemuda tersebut bergetar tanpa terlihat. Ada yang mengusik perasaan juga pikirannya.

Arjuna tidak tahu apa yang terjadi dengan sang kakak. Karna yang perhatian, Karna yang murah senyum, Karna berkata lembut, semua seolah menjelma menjadi bayang-bayang. Melintas di pelupuk mata lantas pergi. Menjelma menjadi seseorang yang asing di depannya. Meski wajah serta perawakannya serupa, namun ucapan serta tatapannya tidak pernah Arjuna kenali.

"Kak Karna nggak lupa, 'kan? Ini aku Arjuna. Bunda ... bunda sakit, kak." Arjuna terlampau terkejut. Bukan pertemuan seperti ini yang diharapkannya, yang ada dalam bayangnya.

Dia kira, saat melihat wajahnya, Karna akan tersenyum lega, tersenyum bahagia, lalu menghambur memeluknya. Namun, yang didapati Arjuna malah tatapan dingin mengintimidasi. Selayaknya serigala yang teritorialnya diganggu makhluk asing.

"Kak," Arjuna nyaris menangis. Arjuna ingin menangis. Ingin menghambur memeluk sang kakak. Mencurahkan rindu yang bertahun mengendap di hati.

Karna memejamkan mata, menghisap kuat-kuat rokok di tangan. Kemudian menghembuskan asapnya perlahan. Masih belum menanggapi Arjuna.

"Pulanglah. Saya tidak bisa bantu apa-apa, karena saya bukan dokter."

"Karna Wijaya Dinata!" seru Arjuna tak lagi bisa menahan kekecewaan yang ada. Bisa-bisanya Karna beekata sedemikian santai. Sadarkah dia siapa yang tengah mereka bicarakan.

Ucapan Arjuna mendapat perhatian. Biarpun Karna menatapnya tajam, Arjuna tahu, tidak ada emosi di sana. Sesuatu yang juga baru Arjuna sadari.

"Aku Karna. Hanya Karna. Jadi sepertinya Anda salah orang." selesai berkata demikian, perempuan di samping Karna menggeliat, kemudian membuka mata.

Dengan auara khas orang kantuk, perempuan itu bertanya, "Ada tamu yah?" setengah sadar perempuan itu beringsut mendekati Karna. Memeluknya dari samping lalu menggapai pipi Karna dengan bibir. "Selamat pagi," sambung perempuan tersebut.

Reaksi Karna luar biasa. Benar-benar di luar kebiasaannya. Sampai Jay kembali bersiul keheranan.

Sebagai balasan, Karna memanggut bibir perempuan tersebut. Pagutan yang bertahan tidak lebih dari lima detik namun cukup membuat terkejut insan-insan yang menontonnya. Sementara perempuan yang menjadi korban, tersenyum kesenangan.

"Dasar nakal!" katanya genit.

Kalau Arjuna jadi tokoh perempuan protagonis yang mengharap cinta Karna, mungkin sekarang ini dia sedang tersedu sedan. Meski demikian, Arjuna tetap merasa perih di hati. Bukan cinta tak berbalas, melainkan kekecewaan tak terhingga terhadap sang kakak. Panutannya, yang diharapkannya dapat menghangatkan rumah yang telah lama Karna tinggalkan. Sayangnya, Arjuna harus menelan pil pahit. Karna, bukan lagi Karna yang dikenalnya.

Pemuda itu berbalik pergi, tanpa salam perpisahan atau sekedar hujatan seperti yang sering Karna dengar. Arjuna pergi tanpa berkata-kata. Dia pasti kecewa, namun itulah yang diharapkan Karna.

Dunianya sudah berbeda. Tidak akan pernah mungkin, dia bisa kembali.

"Apa nggak berlebihan? Dia sampai semangat dobrak pintu kost-an kamu."

"Sengaja." perempuan tadi masih menggelayuti lengan Karna, meski pemiliknya tak merasa risih sama sekali.

"Soal Bun--"

"Nggak perlu dibahas!" Meski Karna mengatakannya dengan nada biasa, tatapan pemuda itu sudah menjelaskan segalanya. Dan Jailani tahu, untuk tidak membantah kata-kata rekannya yang satu itu.

Kedua telapak tangan terangkat menghadap ke depan. Menggedikkan bahu, Jailani berlalu setelah menutup pintu.

"Aku harap kamu nggak punya acara hari ini." belum sempat perempuan di samping Karna berbicara, bibirnya sudah dibungkam lebih dulu oleh bibir Karna. Sepertinya, akan jadi pagi yang panjang untuk mereka berdua.

Fin
#OneDayOnePost #ODOPBatch5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...