Masa Depan

Karna masih tidak percaya pada sosok yang terpantul di cermin. Dia begitu tampan, begitu menawan. Bukan sosok dekil yang selama ini dikenalnya.

Bukan dia saja. Jailani juga Sekar memandanginya sambil menganga tidak percaya.

Ah, bisa terlambat dia kalau terus mempertanyakan diri sendiri. Memecah keheningan, Karna berdeham. Tampak melonggarkan dasi yang melingkar di leher.


"A-apa ini tidak terlalu berlebihan? Setahuku interview kerja selalu mengenakan kemeja putih." Karna berharap suaranya tidak terdengar gugup.

"Kamu gila, yah? Sebelum menegurmu, orang-orang akan lebih dulu terpesona dengan karismamu!" protes Jailani kelewat heboh.

Sekar terkikik tanpa suara mengamini pernyataan Jailani. Lagipula ini interview pertama Karna. Dan dia harus menggunakan kemeja buatannya.

"Kemejanya pas sekali, terima kasih yah, Sekar," pungkas Karna yang mengusak puncak kepala gadis tersebut.

"Hey, nggak mau bilang makasih sama aku? Aku udah repot-repot bangun pagi buat potongin rambut kamu, loh," sahut Jailani setengah pamer.

Karna memutar bola mata. Sedikit jengah dengan kelakuan Jailani yang berlebihan.

"Iya, iya. Makasih."

"Dih, kayak yang nggak ikhlas gitu?"

"Mau aku peluk biar dikatai ikhlas?"

"Nggak gitu juga!"

"Yaudah. Udah siang, nih!"

'Semoga berhasil!' tulis Sekar pada note yang diangsurkan ke arah Karna. Memotong perdebatan dua orang laki-laki di depannya.

"Tentu. Aku akan mendapatkan pekerjaannya."

Lagi-lagi Karna mengusak puncak kepala Sekar. Membuat empunya merona karenanya.

"Kalau begitu aku berangkat. Jay, titip Sekar yah!"

"Yoi! Sukses buat interviewnya yah!"

Meraih tas selempang berisi berkas lamaran seadanya, Karna melempar senyum pada dua orang yang semangat sekali pagi ini. Semangat menyuruhnya cari kerja yang betulan kerja.

***

'Kita bertemu setelah interviewmu selesai. Sekalian makan siang.'

Interviewnya aja belum dimulai udah minta ketemu, keluh Karna setelah membaca pesan Madea setibanya di perusahaan wanita tersebut.

Karna menghela napas. Mungkin dia punya beragam pengalaman menghadapi perempuan-perempuan kaya yang butuh kasih sayang. Tapi menghadapi manusia berbeda derajat ekonomi dengannya, mungkin main cerita.

Setelah bertanya di bagian resepsionis, Karna menemukan ruangan interview yang dimaksud. Makin guguplah dia melihat bagaimana peserta interview lainnya. Tidak salah Sekar membuatkannya kemeja berwarna hitam. Karena kalau tidak, mungkin saat ini kemeja putih bakal memperlihatkan betapa gugupnya Karna. Keringat yang tercetak, memperlihatkan segalanya.

***

"Bagaimana interviewnya?"

Mereka bertemu di restoran yang cukup jauh dari perusahaan Madea. Sesuai permintaan Karna. Akan sangat mencurigakan jika ada orang yang melihat mereka bersama.

"Lancar," jawab Karna sekenanya.

"Berapa presentase kamu diterima?"

"Mana aku tahu?"

"Apa pihak HRD terlihat puas dengan jawabanmu?"

"Mungkin."

Menghela napas, Madea meletakan sendok juga garpu ke atas piring. "Cobalah untuk memperhatikan sekitarmu, Karna."

"Untuk apa?" Karna melakukan hal yang sama. Meletakan sendok juga garpu. Selera makannya hilang seketika.

"Untuk kamu juga masa depan kamu." Madea memicingkan mata. "Setelah ini, kamu ikut denganku. Aku menemukan beberapa kontrakan yang cukup bagus dengan harga terjangkau. Kamu tinggal pilih yang mana. Dengan gaji yang kamu terima nantinya, harga sewanya terbilang murah," jelas Madea yang kemudian menyeruput minuman lemon tea dingin kesukaannya.

Memiringkan kepala, Karna menelisik wajah Madea dengan seksama. "Kenapa akhir-akhir ini kesannya kamu mengaturku ini itu. Kalau aku tidak mau ikut?" tanyanya.

"Ini bukan buatmu saja. Ini demi kebaikan Sekar juga. Mau sampai kapan kamu tinggal di tempat sempit itu? Berbagi tempat tidur dengan Sekar. Ya ampun, Karna. Aku merasa risih tiap kali memikirkannya."

"Kamu cemburu?"

"Demi Tuhan! Nggak usah ngawur." Madea tidak mengerti bagaimana Karna bisa berpikir demikian. "Aku hanya tidak ingin terjadi yang tidak-tidak dengan Sekar. Dia tidak ingin tinggal denganku, setidaknya, dia bisa tinggal dengan layak bersamamu."

"Memangnya, kenapa kalau terjadi yang tidak-tidak? Kupikir Sekar tidak keberatan."

"Karna!" seru Madea yang memancing beberapa pasang mata ke meja keduanya.

"Aku bercanda. Akan kupertimbangkan."

Akhirnya, Madea mampu bernapas lega. Dia paling malas berdebat dengan Karna. Pemuda tersebut punya banyak cara untuk menyangkal argumennya.

"Kenapa kamu seperhatian ini sama Sekar?"

"Alasannya sama dengan kenapa kamu mau merawat anak perempuan itu."

Untuk kali ini, Karna malas mendebat Madea. Cukup wanita tersebut mengaturnya ini itu.

FIN

#ONEDAYONEPOST #ODOPBatch5

5 komentar:

  1. Speechless.. ini cerbung y mba? Aku buka linknya asal comot aja.. belum trlalu paham jalan ceritanya, tapi kisah ini saja begitu menarik dan bikin penasaran

    BalasHapus
  2. Tantangan cerbung bakal dilewati dg mudah ini. Cerbungnya bagus 😍😍

    BalasHapus
  3. Akhirnya ya Karna, bersiap meniti masa depan gemilang ^_^

    BalasHapus
  4. Keren bener.
    Ajarin bikin cerbung dong.

    BalasHapus

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...