Save The City: Epilogue? Part III

Pemagang sekuriti berada di barisan paling depan. Anak-anak yang sepertinya level satu, membantu di belakang. Memadamkan api, mengevakuasi siswa-siswa level nol. Ada juga bu Yukio, berdiri tepat di belakang pasukan Kepala Akademi Runako, menerbangkan batu-batu berukuran kecil dengan telekinesisnya.

Jonghee yang masih mencerna kekacauan yang terjadi, dikejutkan dengan kendaraan yang berhenti mendadak. Tidak mulus pula. Membuatnya terantuk ke depan.

"Aduh, pak!"

"Nggak usah ngeluh, ayo turun, Jong!"


Tanpa babibu menunggu, Jonghee melompat dari bak motor tossa. Iya, iya, kedatangan mereka nggak ada elit-elitnya.

"Equip Dwei Sword!" mantra dirapal, sepasang pedang muncul di kanan kiri punggung Jonghee. Setelah sedekat ini, barulah Jonghee tahu makhluk yang menyerupai titik-titik hitam di kejauhan. Kelelawar seukuran anak umur tujuh tahun, kalau dia tidak salah memperhitungkan. Dengan mata merah juga mulut penuh liur.

Sambil berlari Jonghee membebaskan pedang dari sarungnya, kemudian menyatukan kedua ujung bilang pedang. Menariknya berlawanan, hingga tercipta sebuah tombak dengan dua bilah diujung-ujungnya. Jonghee menerjang ke depan. Tanpa perlu dijelaskan situasinya pun Jonghee sudah tahu. Akademi sedang berada dalam keadaan gawat.

Dari sudut matanya Jonghee menangkap Pak Euijin mulai bertransformasi, memunculkan wujudnya yang setengah iblis.

Jonghee bersiul. Sudah seperti om-om mesum yang dapat mangsa. Habisnya, jarang-jarang dia melihat pak Euijin mode serius begitu.

"Kak Kim, awas!" teriakan Candy membuat Jonghee kembali fokus pada pertarungan. Seekor kelelawar menerjang ke arahnya. Tak cukup waktu buat menebas pun jarak musuh yang terlalu dekat membuat Jonghee sulit bergerak.

"Summon oberon titania," mantra pemanggilan kembali dirapal. Sebuah pedang berbilah merah darah muncul di atas kepala, meluncur laksana roket menembus kepala kelelawar kurang ajar.

Cairan hitam muncrat seketika dari kepala kelelawar yang tewas saat itu juga. Mengenai baju yang dikenakan Jonghee. Juga wajahnya.

"Iyuh!" geram gadis tersebut yang matanya refleks terpejam.

"Makasih, Can!" Candy Daisy, rekan satu asramanya yang transparan berwarna abu-abu. Iya, dia memang hantu. Umurnya jauh lebih tua ketimbang Jonghee. Tapi dia baik hati. Setelah mengangguk mengamini ucapan terima kasih Jonghee, Candy kembali menciptakan bola-bola api. Melontarkannya pada sepasukan kelelawar menjijikan--menurut Jonghee.

Mengusap noda hitam yang Jonghee persepsikan sebagai darah, gadis itu berjalan melewati mayat kelelawar. Oberon titania penuh dengan cairan hitam tersebut dari ujung ke ujung. Kalau keadaan tidak segawat sekarang, mungkin Jonghee bakal meraung protes. Sayangnya, dia diam saja.

"Hah, tau begitu mending summon belati saja," keluhnya. "Return oberon titania." pedang Oberon menghilang setelah mantra pengembalian diucap. Pegangan Jonghee di gagang Dwei Sword mengerat. Tatapannya nyalang memandangi kelelawar-kelelawar yang terus berdatangan.

Dari pihaknya, teman-temannya, sudah banyak yang kelelahan. Yah, siapa yang tidak akan kelelahan terus menghadapi kelelawar-kelelawar ini.

"Awas yah, kalian!" seru Jonghee entah pada siapa.

Setelah memutar Dwei 360 derajat di depan tubuh, Jonghee menancapkannya di sisi kanan. Tangannya meraih ke dalam satu rok yang Jonghee kenakan.

Tabung kecil penghasil api. Katanya tidak akan pernah padam kecuali tutupnya di pasang. Setelah terbuka, Jonghee memerintahkan api untuk menyebar di sekelilingnya. Serupa lingkaran.

Tabung kembali di tutup. Jonghee memerintah angin kemudian. Berkumpul di atas kepalanya. Memadat menjadi satuan panah angin yang terus berputar. Tangan diayun, api yang melayang di sekelilingnya membalut panah-panah angin serupa gasing. Jumlahnya puluhan. Tangan kanan bersiap di samping kepala. Satu ayunan lagi, lalu panah-panah tersebut meluncur ke arah datangnya kelelawar.

Mereka hancur, terbakar, lalu terkapar. Panah Jonghee masih kalah jumlah dengan kelelawar ini. Tapi tentu dia tidak akan mudah menyerah.

Proses kembali diulang, panah angin diciptakan. Menyerbu yang menyerbu. Tapi Jonghee manusia biasa, energi juga tenaganya terbatas. Mengendalikan alam menguras setengah dari energi Jonghee.

Ya ampun, resikonya, batin Jonghee.

Fokus ke depan membuat pertahanan tubuh belakang Jonghee lemah. Kalau saja ada yang menyabetkan pedang, mungkin Jonghee bakalan terkena luka cukup fatal.

"Jong, awas!"

FIN
#ONEDAYONEPOST #ODOPBATCH5 #TANTANGANPEKANVIIDAY3 #BISMILLAHLULUS

1 komentar:

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...