Save The City: Epilogue? Part VIII

Setiap keputusan punya konsekuensi. Sepert halnya sekarang ini. Berani maju, berarti Jonghee berani untuk mati.

Tapi tentu Jonghee tidak maju begitu saja tanpa persiapan. Sabit raksasa di genggaman, Lumiere namanya. Meninggalkan bekas terbakar begitu disabetkan.

Kalau boleh, Jonghee sebenarnya tidak mau mengikutsertakan Will ke dalam misi bunuh diri ini (menurut Jonghee). Karena bagaimanapun, semua ini keputusannya. Tapi, posisi perempuan itu membuat Jonghee nggak bisa buat nggak minta bantuan Will. Dia manusia biasa, mana bisa melayang.


Untuk mengukur kemampuan perempuan iblis tersebut, tentu Jonghee tidak bisa menyerang langsung. Bisa-bisa dia mati di tempat saat itu juga. Maka dari itu, panah angin disiapkan. Berputar di atas kepala Jonghee sebelum kemudian dilepas melesat ke arah perempuan tersebut.

Jonghee nggak begitu terkejut saat serangannya dipatahkan mentah-mentah. Anak panahnya hilang begitu saja di udara bahkan tiga meter sebelum mencapai perempuan iblis tersebut. Jonghee bahkan tidak terkejut saat perempuan tersebut berbalik, menatapnya, memerhatikannya dengan seksama (bahkan terkesan menilai).

Perempuan itu kemudian tertawa, lahak. Namun tidak terdengar. Entah telinga Jonghee yang tersumpal kapas apa memang demikian adanya. Perempuan itu tertawa tanpa suara.

Tongkat digerakkan, sekumpulan kelelawar mini menyerang Jonghee. Ada Will yang bisa mengatasi. Kepakan sayap raksasanya mampu membuat mundur kelelawar-kelelawar tersebut.

Serangan yang gagal tak membuat perempuan tersebut gentar. Dia malah tersenyum, tipis juga sinis. Jenis senyuman yang bikin kamu merinding di tempat.

Jonghee menelan ludah. Kalau sudah begini, dia tidak bisa mundur lagi.

Jantungnya berdegup kencang. Andrenalinnya terpacu, meninggalkan bulir-bulir keringat di pelipis. Sebelah tangan memegang Lumiere, sebelah lagi mengusap lembut leher Will. Membisikkannya kata-kata penyemangat juga penenang. Semacam menyemangati diri sendiri. Karena Jonghee yang paling butuh dua hal tersebut saat ini.

Kaki bagian dalamnya menendang pelan perut Will. Meminta melaju ke depan, menyasar bagian samping si perempuan iblis. Jonghee mengacungkan Lumiere lalu menyabetnya di depan perempuan tersebut.

Sepersekian detik saat Jonghee bersitatap dengan perempuan iblis, rasanya, dia ingin sekali mencakar wajah cantik tersebut. Perempuan itu tidak gentar. Sabetan sabit Jonghee dianggap angin lalu. Karena memang, selayaknya awan, Lumiere menyambit sesuatu yang tidak nyata. Tubuh perempuan tersebut mengabur saat bersentuhan dengan Lumiere.
Jonghee tercengang sampai tidak memerhatikan sekitar.

Sebuah tangan raksasa mencengkram tubuh Will. Menghancurkan keseimbangan Jonghee, hampir membuatnya limbung lalu terjatuh.

Saat Jonghee berusaha keras mempertahankan keseimbangannya, samar, Jonghee mendengar bisikan perempuan tersebut.

"Gotcha!"

Dari lengan raksasa tadi, muncul ribuan jarum atau tombak, karena ukurannya yang cukup besar pun diameter mencengangkan. Menjebak Jonghee, menusuknya dari beragam arah. Menebus tulang juga daging. Mengoyak kulit hingga pada tingkatan tidak layak. Tak berbentuk. Jonghee hancur lebur. Menjadi potongan daging cincang siap pakai.

Pandangan Jonghee mulai mengabur saat mulutnya mulai memuntahkan darah. Tubuhnya mati rasa. Bahkan saat tubuhnya mulai melayang, bersiap menghantam tanah di bawah sana.

'Sudah berakhir ... yah?'

Lalu segala sesuatunya mulai menghitam.

Fin

#OneDayOnePost #ODOPBatch5 #TantanganPekanVIIDay8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...