EL

Tantangan Fiksi

Tema: Hewan Peliharaan

***

“Kamu akan selalu jadi peliharaanku. Karena itulah tugasmu.”

***

Satu di antara sepuluh orang yang mengepungnya menerjang ke depan. Mengacungkan belati. Yang serangannya dengan mudah dipatahkan. Tendang tangan yang memegang belati, kemudian tendang kepalanya dengan kaki lain. Selesai.

Setelah menjatuhkan satu lawan, pemuda tersebut yang balik menyerang. Berlari ke depan, pemuda tersebut menyarangkan sebuah tinju ke wajah lawan yang paling dekat. Satu limbung, tinggal membereskan delapan lainnya. Mudah saja karena sebagian besar dari mereka hanya menonton dengan wajah tercengang juga gemetaran. Satu dua masih ada yang melawan. Tapi itu tidak jadi soal, karena pemuda yang mereka lawan disiapkan untuk keadaan yang lebih buruk dari kepungan sepuluh orang tukang pukul rendahan.

Tanpa perlawanan berarti, ke sepuluh orang tersebut terkapar di tanah sambil meringgis kesakitan. Beberapa ada yang merangkak hendak melarikan diri.

Sepuluh langkah dari tempat pemuda yang menghabisi mereka, seseorang tertawa sambil bertepuk tangan. Anak laki-laki. Usianya sekitar lima belas tahun. Di sampingnya berdiri pria paruh baya yang menjadi pengasuh sekaligus asisten pribadi.

“Kerja bagus, El! Seperti biasanya, kamu selalu hebat dalam mengatasi urusan seperti ini. Sisanya biar aku yang selesaikan.”

Anak laki-laki tersebut bernama Edward. Putra semata wayang pemilik perusahaan ternama se-Prancis. Pemuda yang dipanggilnya El, tidak memiliki nama lengkap apalagi nama keluarga. El ditemukan dijalanan, sedang berebut makanan dengan beberapa anak jalanan lainnya. Melihat bagaimana El yang menumbangkan lima orang laki-laki berbadan kekar darinya, membuat Edward menawarinya pekerjaan, sebagai pengawal atau bodyguard, atau tukang pukul yang menjaganya selama bepergian. El setuju saja, yang penting dia dapat makan juga tempat tinggal.

Mendengar syarat yang diajukan mengundang tawa dari Edward yang banyak dimanja.

“Kamu bakalan dapat lebih dari sekedar makanan dan tempat tinggal,” begitu janjinya.

Tiga tahun berlalu dan El menjadi lebih kuat sejak pertama Edward menemukannya. Berdiri di samping lain tubuh Edward, El selalu menyaksikan beragam urusan yang diselesaikan anak laki-laki tersebut. Entah menagih hutang orang-orang yang meminjam uang pada ayahnya, atau sekedar menghabisi orang-orang yang mengancam bisnis sang ayah. El tidak pernah keberatan. Dia senang dengan pekerjaannya, dia senang dengan makanan yang diterimanya, juga tempat tinggal yang menaunginya selama ini.

“Nah El, ayo pulang!”

Selama tinggal di jalanan, El tidak pernah mengenal kata pulang. Pulang ke mana? Tempat tinggal saja dia tidak punya. Tapi sejak Edward memungutnya, El punya tempat untuk kembali setelah seharian berjibaku dengan rutinitas yang sama.

***

El tidak pernah lengah. Demi keamanan tuannya, El selalu waspada setiap waktu. Memastikan tuannya baik-baik saja. Memastikan segala urusan tuannya berjalan dengan lancer. Kalaupun harus bergesekan dengan tukang pukul lain, El yang akan menyelesaikannya.

Hingga suatu saat, lawan yang dihadapinya lebih tangguh dari yang El duga. Pemuda itu kelimpungan meski masih sanggup berdiri. Di belakangnya, Edward sudah berseru berkali-kali.

“Bodoh! Harusnya kamu dengan mudah menjatuhkannya! Dasar tidak berguna. Cepat habisi orang tersebut!” terlalu berkonsentrasi mendengarkan perintah majikannya membuat El kehilangan kewaspadaan, menurunkan pertahanan yang dimanfaatkan dengan mudah oleh lawan.

Orang tersebut meninju dagu, kemudian perut. Tak sempat menyeimbangkan tubuh, sebuah tendangan menghantamnya, membuatnya mundur tiga langkah ke belakang. Tubuhnya mulai kepayahan. Meski dengan tangan kosong, tapi lawannya sudah membuat tubuh El lebam di mana-mana.

Seorang wanita di seberang sana, yang menjadi majikan dari lawannya tertawa anggun. Mengayun tungka hingga sejajar dengan tukang pukulnya.

“Inikah peliharaan hebat milik Keluarga Edward yang sering disebut-sebut? Bahkan belum sepuluh menit melawan Baseng milikku dia sudah kepayahan,” sarkasnya dengan senyum jemawa.

Edward menghentakkan kaki tidak suka. Tipikal ngambek anak kecil pada umumnya.

“Heh, bodoh! Apa yang kamu lakukan? Kamu sudah mempermalukanku. Melawan satu orang saja tidak mampu!”

El ingin balas berteriak. Tapi, jangankan buat berteriak, buat menarik napas saja dia kesusahan. Tendangan yang mengenai dadanya, cukup kuat hingga membuatnya sesak.

“Kalau kamu tidak bisa mengalahkannya, kamu tidak perlu kembali ke rumah, anjing sialan!” perintah sudah diturunkan. El dibuat tercengang karenanya.

Rumah.

Selintas bayangan hidup di jalanan memenuhi benak El. Membuatnya bergidik ngeri. Tidak pernah terlintas di pikirannya untuk kembali ke jalanan, mengais makanan sisa, kedinginan. Kediaman Edward adalah tempat terbaik yang pernah dimilikinya hingga saat ini. Makanan terbaik yang pernah masuk ke dalam perutnya.

Dengan marah, El berteriak. Menerjang kalap ke arah lawan. Menendang, memukul, meninju, bahkan menyundul. Apapun dia lakukan untuk menumbangkan lawan, seperti yang diinginkan Edward, majikannya. Demi rumah tempat dia kembali, demi makanan hangat yang dinikmatinya setiap pagi juga malam.

El tidak pernah mau kembali ke jalanan. Meski hal itu membuatnya seperti anjing peliharaan.

Pertarungan satu lawan satu berlangsung cukup sengit. El sudah babak belur namun tidak ada niatan untuk mundur. Lawannya tidak kepayahan melawan El, namun tenaganya cukup terkuras banyak demi menghindari pukulan, terjangan, serta membalas serangan pemuda tersebut.

“Cukup!” wanita tadi berseru. Menghentikan pertempuran. “Kembali Baseng!” titahnya yang segera dituruti dengan berjalan mundur. Meninggalkan El dengan luka di sekujur tubuh. Wajahnya nyaris tak berbentuk dengan memar yang membengkak.

“Mereka memang hanya seorang suruhan, tukang pukul. Tapi aku tidak pernah mengira peliharaanmu lebih liar dari hewan baus sekalipun.” Perempuan itu mendesah melihat bagaimana keadaan El di depan sana. “Biar bagaimanapun, mereka tetap manusia, bukan hewan sungguhan. Apapun motivasi yang kamu janjikan, seharusnya kamu tidak perlu memaksakan ke hendak hingga membuat tukang pukulmu terluka cukup parah,” katanya yang menatap tajam ke arah Edward.

“Urusanku bukan urusanmu, Nyonya,” balas Edward datar.

Wanita tadi mengangkat bahu. “Terserah. Tapi ingatlah, anjing saja akan menggigit tuannya jika diperlakukan semena-mena. Bagaimana dengan manusia?” tanyanya. “Aku menyerah. Kamu ambil saja bisnis ini. Aku tidak akan mengganggu. Lagipula banyak bisnis lain yang bisa aku lakukan.”

Edward memang memenangkan apa yang dia inginkan. Namun, entah bagaimana ada sesuatu yang mengganjal perasaannya.

“Aku pergi! Terima kasih buat pertunjukan serunya, El. Kamu harus mengobati luka-lukamu kalau kamu masih ingin bertarung!” setelah berkata demikian wanita tadi dan tukang pukulnya berlalu. Meninggalkan El dengan tatapan tidak mengerti, juga Edward yang menahan emosi.

Anak itu menggeram. Berjalan menghentak ke arah El, menyarangkan satu dua tendangan lalu berteriak, “Dasar tidak berguna! Lain kali jika kamu kalah dengan mudah, aku tidak akan segan-segan mengembalikanmu ke jalanan!”

El terdiam. Tidak ingin membuat majikannya lebih marah. Sudah bersyukur Edward tidak mengusirnya hari ini. Dia terluka, juga kelaparan. Dia masih membutuhkan Edward, majikannya.

Pemuda jalanan berusia Sembilan belas tahun. Menerima nama El saat Edward memungutnya. El tidak memiliki emosi berarti. Selain rasa marah saat berebut makanan di masa lalu, atau terancam tidak mendapat makan saat dia gagal menjalankan tugas yang dititahkan majikannya, Edward. El, si anak jalan yang diangkat jadi hewan peliharaan.

FIN
#OneDayOnePost #ODOPBatch5 #TantanganFiksi #Pekan2

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Eh~ ><
      Konfliknya kurang kuat ini, hehe~ ^^

      Makasih udah mampir mbak~ ^^

      Hapus
  2. Wah, dikira anjing beneran, ternyata manusia yg dijadikan hewan peliharaan. Keren banget idenya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah~ ><
      Iya mbak, cuman konfliknya kurang nendang, hehe~ ^^

      Makasih udah mampir~ ^^

      Hapus

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...