Stalker dan Bunga Matahari

Bunga matahari = Stalker Matahari

Kalea tertawa kecil membaca chat dari temannya yang segera dia balas dengan kalimat begini, “Kenapa bisa begitu? XD”

Padahal menurutnya, bunga matahari adalah bunga yang paling romantis. Mawar? Romantis juga, namun dalam hal yang berbeda. Setidaknya, begitu menurut Kalea.

Mirip kamu yang hobi ngintilin, Irvine.

Balasan kembali datang, membuat Kalea terdiam sebentar. Benarkah?

“Iya, yah?” ketiknya. Lalu Kalea menekan ikon kirim tanpa berpikir ulang.

Itu aku nyarkas, dodol ==

Hah? Kening Kalea berkerut. Memikirkan apa hubungannya bunga matahari dengan sarkas yang dibahas teman chatnya, Lilly.

“Aku nggak ngerti :3”

Bodo ==

Lalu percakapan via teks berakhir begitu saja. Sebenarnya Kalea masih penasaran, tapi mengingat bagaimana tabiat Lilly, Kalea sudah dapat menebak, gadis itu tidak akan menjelaskan apa-apa. Yang ada mungkin Kalea yang bakal kena omel seorang Lillian.

Malam beranjak kian larut. Namun kantuk belum menggoda Kalea untuk segera tidur. Berguling di atas kasur, Kalea menscroll layar si gawai. Nama Irvine jadi perhatian. Kala dibuka, sadarlah Kalea kapan terakhir dia menghubungi (dalam hal ini mengirim chat) pemuda tersebut.

Iseng, Kalea mengirim pesan pada yang bersangkutan.

“Selamat malam~ semoga mimpi indah~ ^^”

Tidak sadar Kalea ini pukul berapa. Tidak tahu juga dia orangnya sudah sungguhan tidur atau memang masih terjaga. Nggak apa-apa, yang penting usaha. Begitu dalihnya kalau sudah menyangkut urusan pada orang yang disuka.

***

“Eh, tau nggak? Semalam aku chatan sama Irvine dong.” Kalea pamer, Lilly memutar bola mata seakan sudah jengah dengan kelakuan temannya ini.

Keduanya baru saja bertemu di jam senggang waktu kuliah. Satu jurusan berbeda kelas tak membuat pertemanan Kalea-Lilly jadi renggang. Bahkan sejak jadi maba, keduanya memilih untuk terus bersama-sama. Selain karena sulit menjalin komunikasi dengan mahasiswa lain, keduanya lebih nyaman seperti itu.

Baik Kalea juga Lilly sepakat, keduanya bakal menghabiskan waktu di kantin kala jam kuliah usai. Atau di perpustakaan kalau keduanya butuh bahan buat tugas. Atau di taman saat keduanya butuh suasana baru. Atau dimana saja asal keduanya bisa menghabiskan waktu bersama.

“Balesin chat kamu paling cuma buat formalitas doang, pencitraan,” balas Lilly.

“Ih, enggak dong. Dia ketawa-ketawa kok di chat.”

“Di chat, kan? Mana tahu kamu aslinya dia lagi kesel dapet chat nggak penting dari kamu.” Lilly mendelik tidak suka sementara Kalea malah tertawa cengengesan. Seolah kata-kata menusuk Lilly bukan masalah.

“Berawal dari chat, suatu hari nanti, dia pasti bakal ketawa nyata depan aku!” tekad Kalea yang sampai mengacungkan kepal tangan di udara. Ekspresi wajahnya sungguh-sungguh, sampai mengundang ekspresi mau muntah dari Lilly sahabatnya.

“Udah kayak sinetron aja, cuih! Mimpi aja terus.”

“Nggak apa-apa, dong. Semua berawal dari mimpi. Kalo nggak dimimpiin, nggak akan diperjuangin. Aku yakin, suatu hari nanti, Irvine bakal ngelirik aku.”

“Ngelirik aja, ‘kan?” sekilas, Kalea menangkap nada sinis dalam pertanyaan Lilly. Juga getir, juga pedih. Kalea tidak mengerti. Lilly tidak suka dia mengejar Irvine atau bagaimana? Apa harga dirinya sebagai perempuan merasa terluka melihat Kalea yang terlalu terlihat begitu menyukai Irvine?

Kalea tersenyum, menyentuh lengan Lilly yang tergolek di atas meja kantin. “Kalo Irvine udah punya gandengan terus ngenalin langsung ke aku, aku bakal berhenti kok,” katanya sok bijak. “Tapi, selama janur kuning belum melengkung, aku nggak akan berhenti buat mengejar Irvine!” Kalea tetaplah Kalea. Sudah bagus serius, dia bakal balik pada tabiat aslinya. Kekanakan.

Lilly menghela napas. Kalea yang dikenalnya tetaplah Kalea yang dulu.

Bunga matahari, yah? Mungkin nggak hanya jadi bunga kesukaanmu tapi juga merepresentasikan kamu sendiri. Entah itu keceriaanmu, atau kebodohanmu mengejar sesuatu yang tidak pasti.

Setia? Aku pikir lebih mirip stalker ketimbang setia. Mengikuti dia kemana-mana. Apa untungnya, coba.

Tersenyum kecut, Lilly memperhatikan Kalea yang sibuk dengan gawainya. Sesekali perempuan itu tertawa. Mungkin sedang berbalas pesan dengan Irvine, lelaki yang jadi incarannya semenjak jadi maba. Memalingkan muka, sekilas, Lilly melihat Irvine tidak jauh dari tempat mereka.

***

Lilly melemparkan buket bunga matahari berbahan flannel ke dada Irvine hingga terjatuh ke lantai. Irvine yang sesaat lalu baru saja datang ke tempat keduanya janjian menganga tidak mengerti.

“Kenapa lagi?” desisnya memerhatikan Lilly yang tertunduk tidak ingin menatapnya. Kalau sudah begini, pasti tidak jauh-jauh dari Kalea.

“Bisa tidak kamu tidak perlu membalas chatnya Kalea? Bisa tidak berhenti memberinya harapan-harapan yang nggak perlu.” Dengan berani Lilly menengadah, menatap seraut wajah yang telah menjadi kekasihnya setahun ini. Matanya digantungi cairan bening yang siap tumpah kapan saja. Irvine malah tersenyum, manis. Tidak tahu kondisi sama sekali.

“Terus kamu mau aku bilang apa sama Kalea? Bilang kalau aku udah punya pacar, gitu? Sekalian saja bilang kalau kamu itu pacar aku, biar selesai masalah. Tahu sendiri Kalea itu keras kepala kalau cuma dibilangin aku punya pacar tanpa sebut nama,” jelas Irvine untuk ke sekian kalinya. Pertengkaran mereka bukan sekali ini saja. Dan yang menjadi bibit permasalahannya, tidak lain dan tidak bukan selalu Kalea.

Setetes cairan bening terbebas dari pelupuk mata Lilly. Perempuan itu kembali menunduk. Tangan terkepalnya disarangkan ke dada Irvine, memukulnya berkali-kali sembari terisak.

“Aku benci! Aku benci semua ini!” katanya di antara isak tangis yang kian menjadi.

“Kamu benci, tapi kamu jalanin.” Sebelum pukulan Lilly mendarat, Irvine sudah lebih dulu menahannya, menariknya hingga tubuh Lilly limbung ke depan menghantam dada. Irvine mendekap tubuh mungil Lilly. Sesekali mengusap punggung perempuan tersebut atau melesakkan hidungnya di puncak kepala Lilly.

Mendengar bagaimana Kalea terus berceloteh mengenai Irvine setiap hari, setiap mereka bertemu, mau tidak mau membuat Lilly memendam rasa yang sama. Sayangnya, takdir tidak berpihak pada Kalea. Diam-diam, ternyata Irvine menyimpan rasa yang sama untuk Lilly. Cinta yang berbalas, perempuan mana yang bisa menyia-nyiakannya. Termasuk Lilly. Hingga semua itu terjadi begitu saja. Keduanya kemudian membuat komitmen, untuk merahasiakannya dari Kalea, sahabat Lilly yang juga penggemar fanatik Irvine.

***

Tak ada rasa yang menggema di dada kala kenyataan menghantamnya. Tidak setelah puluhan kali Kalea melihat hal yang sama. Matanya menyorot hampa. Tak ada ekspresi di wajahnya. Sesal juga kesal terlalu dangkal untuk menggambarkan perasaan Kalea. Setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya, membuat Kalea berikrar untuk tetap berpikir semua baik-baik saja.

Tidak apa-apa. Selama kedua orang itu tidak jujur padanya, Kalea akan terus berpura-pura. Berpura-pura semuanya baik-baik saja. Dia masih Kalea yang biasanya. Saat waktunya tiba, mungkin Kalea sudah mati rasa.

Seperti buket matahari flannel yang diberikannya buat Irvine, perasaan Kalea sudah jatuh lalu terinjak. Mengetahui Irvine sudah memiliki pacar mungkin tidak akan membuatnya sedemikian sakit, tapi mengetahui Lilly adalah kekasihnya serta kerahasiaan yang terus berjalan hingga menahun, Kalea tidak dapat mendeksripsikan perasaannya secara pasti saat ini.

***

Kehidupan tertawa (yang mana jarang sekali terjadi) begitu Kematian menyelesaikan cerita. Cerita tentang seseorang yang terus hidup meski mendapati kenyataan yang menyakitkan. Kematian menarik seulas senyum.

“Ternyata masih ada orang yang dengan senang hati menelan pil pahit setiap hari,” katanya sembari memerhatikan Kehidupan yang menyelesaikan tawanya.

“Tapi aku yakin, pil pahit tersebut akan membunuhnya suatu hari nanti—“

“Menyiksanya. Dan suatu hari nanti, dia akan memohon untuk mati daripada melanjutkan hidup.” Kematian memotong mencipta sebuah lengkung indah di wajah Kehidupan. Membuktikan bahwa ada orang yang mencintainya, meminta kematian daripada meneruskan hidup dengan sakit di hati.

“Kecuali, ada yang datang untuk menghentikannya meminum pil pahit.”

“Kita lihat saja nanti.”



FIN

Lalala~ ternyata aku sekaku ini~ :”
Berapa lama sih aku nggak nulis~ heung~ sepertinya berpuluh-puluh jam~

#OneDayOnePost #ODOPBatch5 

13 komentar:

  1. Kaku gimana? keren gitu juga. Banget deh kerennya.
    Dibagian akhir itu, percakapannya siapa Teteh?
    Walau sarkastis, tapi saya suka.
    Sang Malaikat? ataukah bunga matahari?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini kaku serius. Kayak bukan aku yang nulis~ ^^
      Yang ngobrol Life sama Death, mbak~ /.\

      Hapus
  2. Aihhh... Keren banget ini...😎😎😎

    BalasHapus
  3. Ceritanya panjang dan menarik. Kisah tentang persahabatan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya panjang~ /.\
      Mudah-mudahan tidak membosankan~ ^^

      Hapus
  4. Wah makin keren aja nih teh cahya ceritanya👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, makasih bun~ /.\
      Cuman kurang puas, nggak ngalir bun~

      Hapus

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...