“Mereka yang ingin belajar, tidak bias diusir.”



Judul Buku: Orang-orang Biasa
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 262 Halaman

Sinopsis? Sayangnya buku ini tidak menyertakan synopsis di bagian belakang buku. Hanya biografi singkat dari penulis buku OOB ini, Andrea Hirata. Isinya tidak jauh menjelaskan dari bagaimana suksesnya buku-buku yang ditulis Andrea Hirata serta penghargaan-penghargaan apa saja yang diraih buku-buku tersebut.


Berbeda dengan novel pada umumnya, Orang-orang Biasa memiliki 10  orang (atau bahkan lebih) tokoh utama. Bisa jadi ini hanya perasaan saya saja, namun dalam cerita, ke sepuluh orang tersebut memiliki porsinya masing-masing. Karena sesuai dengan judulnya, buku ini berkisah tentang orang-orang biasa.

Sejak bab pertama, disebutkan 10 sekawan yang nantinya akan menggegerkan jalannya cerita. Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Nihe, Junilah, Dinah, dan yang terakhir Debut. Janganlah membayangkan sepuluh sekawan ini sebagai sahabat sejati yang ada di film-film yang kemudian akan jatuh hati satu sama lain. Sesungguhnya hal tersebut jauh dari kenyataan.

Diceritakan sejak mereka duduk di bangku SMP, menjadi penghuni bangku belakang karena kedunguan mereka serta tingkah mereka yang sulit diatur. Apalagi salah satu dari mereka menjadi korban perundungan siswa-siswa yang sekelas dengan mereka. Sayangnya, bukannya bersatu padu melawan perundungan membela keadilan, kesepuluh sekawan ini terlalu pencundang untuk menghadapi orang-orang tersebut. Selain ini, kesepuluh sekawan ini tidak pernah akur, selalu ribut, terlalu susah diatur, tidak ada yang mau mendengar yang lain.

Kehidupan terus berjalan tanpa ada yang berarti bagi kesepuluh sekawan tersebut. Handai menjadi orang yang suka berandai-andai, bahkan berkat itu dia menjadi pembicara motivasi. Tohirin jadi kuli panggul di pasar, Honorun sesuai namanya, jadi guru honor yang gemar berkembang biak. Adapun Sobri jadi sopir mobil septitank. Rusip mendirikan perusahaan klening serpis dengan Nihe dan Junilah menjadi dua dari beberapa karyawannya. Meski demikian, baik Nihe maupun Junilah gemar membuat ulah hingga membuat Rusip geleng-geleng kepala. Dinah akhirnya menikah, dengan seorang laki-laki pedagang kaki lima yang menjual mainan anak-anak. Dinah dikaruniai empat orang anak, yang sulung perempuan bernama Aini. Terakhir, Debut Awaluddin, yang paling pintar dari kesepuluh sekawan tersebut membuka toko buku yang dia namai sebagai toko buku Heroik. Karena Debut percaya, toko bukunya bisa mencerdaskan anak-anak Belantik.

Dari kesepuluh sekawan ini, saya akan membahas mengenai Debut Awaluddin, anak paling pintar di antara yang lainnya serta yang paling setia kawan. Disebutkan juga sejak awal bahwa Debut adalah orang yang idealis. Sejak dari zaman SMA hingga teman-temannya sudah mempunyai anak, Debut tetaplah menjadi orang yang idealis. Bahkan ditengah-tengah maraknya buku elektronik, Debut dengan keidealisannya bersukukuh membuka toko buku kebanggaannya.

Kegilaan yang terjadi dalam cerita, Debutlah yang menjadi pencetusnya. Semua itu berawal dari anak Dinah yang tiba-tiba menjadi anak cerdas diterima di Fakultas Kedokteran di Universitas ternama. Hidup sebagai pedagang kaki lima tentunya tidak memungkinkan bagi Dinah untuk membayar biaya masuk kuliah Aini, anak Dinah. Untuk bisa masuk Fakultas Kedokteran tentu perlu biaya yang sangat besar. Usaha pinjam meminjam ke koperasi bahkan ke bank sudah Dinah lakukan, namun tidak satupun yang menerima permohonannya. Mereka malah menertawakan tujuan Dinah meminjam uang.

Miris memang. Hal inilah yang membuat Debut membuat teman-temannya terkejut.

“Semua uang di dunia ini ada di bank! Anakmu harus masuk fakultas kedokteran itu! Apapun yang terjadi! Seorang ibu rela memotong tangan demi anaknya! Hapus air matamu, Dinah! Siapkan dirimu baik-baik! Karena kita akan merampok bank itu!”
Jadi dimulailah keseruan sepuluh sekawan tersebut.

Mereka yang tercerai berai dengan kehidupan masing-masing berhasil dikumpulkan Debut. Dengan kepemimpinan Debut, mereka dibimbing dan dilatih untuk menjadi seorang perampok. Tapi memang dasarnya sudah bebal serta dungu, Debut tidak dengan mudah dianggap pemimpin begitu saja oleh teman-temannya. Daripada menuruti perintah Debut, kebanyakan dari mereka lebih suka dari ribut.

Rapat pertama, Debut bisa mengendalikan teman-temannya. Rapat kedua ketiga, masih aman. Keenam dan seterusnya, Debut mulai susah mengendalikan teman-temannya. Meski demikian, operasi perampokan tetap harus dituntaskan.

Aksi Debut tentu tidak dijelakan secara gamblang dalam cerita. Karena banyaknya tokoh dalam cerita, membuat Debut hanya terlihat sesekali. Saat rapat dengan rekan-rekannya misalnya. Aksi Debut bisa terlihat diakhir cerita. Bagaimana ternyata Debut memiliki rencana sangat matang, penuh intrik serta tidak pernah terpikirkan oleh siapapun. Meski demikian hal ini menjadi tanda tanya? Seperti sebuah plothole, begitulah aksi Debut di akhir cerita.

Tapi tentunya ini bukan novel aksi seperti novel-novel terjemahan pada umumnya. Novel ini bertujuan untuk menunjukkan pada khalayak ramai bagaimana orang-orang biasa hidup, bagaimana mereka menghadapi kehidupan, serta saking biasanya mereka, hal-hal sederhana menjadi sangat berharga bagi mereka.

Wajar saja jika aksi Debut, terkesan memaksakan, terkesan tiba-tiba ada padahal tidak dibahas sebelumnya. Biarpun begitu, dengan 262 halaman, orang-orang yang membacanya akan merasa puas dengan cerita yang disajikan. Dengan aksi perampokan yang membuat tercengang, percakapan-percakapan yang menggelitik perut, serta penutup cerita yang bikin greget. Seperti ingin berkata, “lalu untuk apa mereka merampok???” pakai toa biar puas.

Tapi, tokoh-tokoh dalam cerita adalah orang-orang biasa yang berpikir sederhana. Bahkan Debut Awaluddin yang idealis pun tidak ingin berpikir yang sulit-sulit. Selama toko bukunya tetap berdiri meski sepi, Debut yakin perjuangannya merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan bangsa.

Ada satu perkataan Debut yang bikin hati teriris sembilu. Bikin kamu terus lanjut baca:

“Tangkap! Tangkalah orang miskin yang berjuang agar anaknya bisa sekolah! Kita ini bukan merampok, Dinah! Kita ini melawan ketidak adilan! Tengoklah banyaknya anak-anak pintar miskin yang tidak dipedulikan pemerintah! Tengoklah jurusan tertentu yang hanya dapat dimasuki orang-orang kaya! Tengoklah langkanya anak-anak orang miskin jadi dokter! Mendaftar ke fakulkas itu saja mereka tidak berani! Padahal, kecerdasan mereka siap diadu! Ilmu hendaklah hanya tunduk pada kecerdasan, bukan pada kekayaan! Para pemimpin, birokrat, politisi, sibuk dengan periuk belanga mereka sendiri! Tanpa merampok bank itu, sampai akhirat kau takkan bisa menyekolahkan anakmu di Fakultas Kedokteran!”

Nah, sekian pembahasan mengenai Debut Awaluddin. Kenapa sedikit? Memang adanya demikian.

Lalu apa Aini berhasil masuk ke Fakultas Kedokteran? Iya, dia berhasil masuk. Tapi tidak dengan uang hasil rampokan.

Apa perampokannya gagal? Silakan beli bukunya ditoko buku terdekat, baca bukunya dari awal hingga akhir. Lalu simpulkan apakah perampokannya berhasil atau tidak.

#RCO6 #OneDayOnePost

2 komentar:

  1. buku ini nggk berhubungan sama sekali dengan Laskar Pelangi, Mbk?

    BalasHapus
  2. Owalah, maaf mas baru liat ada yang komen~ /.\
    Enggak Mas, buku ini nggak ada hubungannya sama Laskar Pelangi ^^
    Udah beda universe

    BalasHapus

Asperger, OCD, dan Arsitektur

Judul : Garis Lurus Penulis : Arnozaha Win Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2019 Halaman : 296 halaman Blurb: Tidak banya...